Metode Takhrij al-Hadis


METODE TAKHRIJ
Sepanjang yang berkembang sampai saat ini, terdapat lima metode yang lazim digunakan dalam mentakhrij hadis, yaitu:[1]
1.      Metode pertama, takhrij dengan jalan mengetahui sahabat perawi hadis
2.      Metode kedua, takhrij dengan jalan mengetahui lafadz pertama dari matan hadis
3.      Metode ketiga, dengan jalan mengetahui kata-kata yang jarang digunakan dari suatu bagian matan hadis
4.      Metode keempat, takhrij hadis dengan jalan mengetahui topik hadis
5.      Metode kelima, takhrij dengan jalan memperhatikan keadaan matan dan sanad hadis.
a.      Metode Pertama, takhrij dengan cara mengetahui perawi hadits dari shahabat (bi al-Rawi al-A’la)
Metode ini menelusuri hadis melalui sanad yang pertama atau yang paling atas yaitu para sahabat (muttashil isnad) atau tabi’in (dalam hadis mursal), berarti peneliti harus mengetahui terlebih dahulu siapa sanadnya di kalangan sahabat atau tabi’in.
      Kelebihan takhrij dengan metode ini adalah:
Relatif cepat, ini disebabkan karena pengarang-pengarang kitab yang digunakan dalam metode ini biasanya mencantumkan nama perawi (mukharrij) beserta nama kitab dimana hadis tersebut berada.
Kelemahan dari metode ini adalah:
Mesti mengetahui nama rawi a’la dari hadis yang akan di takhri, jika tidak maka takhrij tidak mungkin dilakukan. Secara singkatnya Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits, lalu kita mencari bantuan dari tiga macam karya hadits :
  • Al-Masaanid (musnad-musnad) : kitab hadis yang disusun berdasarkan musnad-musnad nama sahabat, atau kitab yang menghimpun hadis-hadis sahabat. Nama-nama sahabat dalam kitab musnad tersebut terkadang disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah, atau terkadang berdasar siapa yang dahulu masuk islam, atau berdasarkan kabilah atau daerah[2].
  • Al-Ma’aajim (mu’jam-mu’jam) : Susunan hadits di dalamnya berdasarkan urutan musnad para shahabat atau syuyukh (guru-guru) atau bangsa (tempat asal) sesuai huruf kamus (hijaiyyah). Dengan mengetahui nama shahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya.
  • Kitab-kitab Al-Athraf : Kebanyakan kitab-kitab al-athraf disusun berdasarkan musnad-musnad para shahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-athraf tadi untuk kemudian mengambil hadits secara lengkap.
berikut ini sebagian dari nama kitab-kitab musnad:
  1. Musnad Ahmad bin Hanbal (w. 2341)
  2. Musnad Abu Bakar Abdullah Ibnu Zubair  al Humaidi(w. 219)
  3. Musnad Abi Daud Sulaiman Ibn Daud at Thayalisiy(w. 204)
  4. Musnad Asad Ibnu Musa al-Aisy
  5. dan lain sebagainya.
dari sejumlah kitab mu’jam yang paling terkenal adalah:[3]
  1. al-mu’jam al-kabir karangan abu al-qasim sulaiman bin ahmad at-thabari (360 H), memuat 60.000 hadis.
  2. mu’jam al-Ausath, karangan abu al-Qasim juga, memuat 20.000 hadis sebagian pendapat 30.000 hadis.
  3. mu’jam al-shagir karangan al-Qasim juga,
  4. mu’jam al-Shahabah karangan ahmad bin ali al-Hamadani (394 H) dll.
kitab ath-raf banyak jumlahnya, yang paling terkenal adalah:
  1. athrof ash-shohihain, karangan abu mas’ud Ibrahim bin Muhammad ad-dhimasyqi (w.401)
  2. athrof ash-shohihain, karangan Muhammad khalaf bin Muhammad al-Wsithi (401 H)
  3. al-Ashraf ‘ala ma’rifat al-Athraf karangan al-Hafis abu qasim ali bin hasan yang terkenal dengan nama abnu asakir ad-Dimasyqi (571 H)


b.      Metode Kedua, takhrij dengan mengetahui permulaan lafadh dari hadits

Cara takhrij ini adalah cara pelacakan hadis ke sumber aslinya melalui lafas atau kata awal dari sebuah matan hadis. Jadi, misalnya ingin mentakhrij hadis innamal a’malu bin niyyat, maka kita mencarinya melalui kata ”innama”.
1.      Kelebihan metode ini relative cepat untuk mendapatkan hadis yang dicari.
2.      Kelemahan metode ini kesalahan kecil disaat menentukan lafas awal hadis dapat menyebabkan terhambatnnya pencarian hadis. Misalnya sebuah hadis diawali dengan “idza”, tetapi peneliti m,engira hadis itu diawali dengan “lau”, maka otomatis si peneliti tidak akan menemukan hadis itu.
Cara ini dapat dibantu dengan :
  • Kitab-kitab yang berisi tentang hadits-hadits yang dikenal oleh orang banyak, misalnya : Ad-Durarul-Muntatsirah fil-Ahaaditsil-Musytaharah karya As-Suyuthi; Al-Laali Al-Mantsuurah fil-Ahaaditsl-Masyhurah karya Ibnu Hajar; Al-Maqashidul-Hasanah fii Bayaani Katsiirin minal-Ahaaditsil-Musytahirah ‘alal-Alsinah karya As-Sakhawi; Tamyiizuth-Thayyibminal-Khabits fiimaa Yaduru ‘ala Alsinatin-Naas minal-Hadiits karya Ibnu Ad-Dabi’ Asy-Syaibani; Kasyful-Khafa wa Muziilul-Ilbas ‘amma Isytahara minal-Ahaadits ‘ala Alsinatin-Naas karya Al-‘Ajluni.
  • Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan huruf kamus, misalnya : Al-Jami’ush-Shaghiir minal-Ahaaditsil-Basyir An-Nadzir karya As-Suyuthi.
  • Petunjuk-petunjuk dan indeks yang disusun para ulama untuk kitab-kitab tertentu, misalnya : Miftah Ash-Shahihain karya At-Tauqadi; Miftah At-Tartiibi li Ahaaditsi Tarikh Al-Khathib karya Sayyid Ahmad Al-Ghumari; Al-Bughiyyah fii Tartibi Ahaaditsi Shahih Muslim karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi; Miftah Muwaththa’ Malik karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi.




[1]Mahmud ath-thahan, Dasar-Dasar  Ilmu Takhrij, hlm. 38
[2]Zikri Darussamin, Ilmu Hadis. (Pekanbaru:Suska Pres, 2010) hlm 206
[3]opcit hlm 44

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUHFAH AHWAZI SYARAH SUNAN AT- TIRMIZI

Biografi Abu Yazid al-Busthami